Dear Rindu,
Hari ini aku hanya bisa berbicara pada angin. Aku bertanya padanya, "Kemanakah Rindu? Kau baik-baik saja bukan?". Biasanya kita bertemu di siang hari, 30 menit saja yang kita punya, di ruang berdinding buku.
Dear Rindu,
Masih bisa aku rasakan, bagaimana tawamu bisa menentramkan hatiku. Bagaimana suaramu bisa membuat pikiranku menari. Dan tatapan matamu bisa menggetarkan hatiku. Yeaahh.. Aku ingat itu.. Semudah aku memejamkan mata dalam sesaat.
Dear Rindu,
Ini adalah hari ke tujuh aku menantimu. Masih di waktu dan tempat yang sama. Di sela-sela itu aku hanya bisa menatap sisa bayanganmu. Di bangku deretan tiga dari bagian kanan, di situ aku biasa memandangimu. Tanpa berbicara, tanpa bertegur sapa, tanpa sepatah kata.
Dear Rindu,
Di hari ke sembilan, aku mendengar bahwa kau sudah pindah sekolah. Seperti tokoh super hero yang kehilangan kekuatannya, kau telah membawa separuh jantungku. Kini aku hanya bisa berbicara pada angin, "Kemanakah Rindu? Mengapa kau tak mengatakan akan berpindah zona? Apakah kau tahu selama ini aku mengagumimu?"
Lewat angin 'kutitipkan Rindu ...
Selasa, 18 Januari 2011
Sabtu, 15 Januari 2011
Hari #2 : Sumber Keteduhan
Kerutan di wajahnya semakin tegas, kulitnya sedikit lebih menghitam. Badannya kurus dan jalannya pun kini sedikit pincang. Itu akibat ia terkena stroke ringan tahun lalu. Tapi tubuhnya yang tinggi dan tegap, masih menunjukkan kegagahannya.
Lelaki itu adalah bapak saya. Bapak adalah anak ke-3 dari sepuluh bersaudara. Terlahir dengan darah Sunda asli, bapak adalah sosok yang sangat kharismatik. Sebagai abdi negara, anggota TNI, bapak memang tak banyak bicara, tapi disegani oleh kami keempat anaknya. Satu lagi, senyumnya sangat khas...
Saya masih ingat saat masih kecil dulu, saya pernah ditendang menggunakan sepatu larasnya, hingga tulang kering kaki saya memar. Penyebabnya sepele, hanya karena saya malas mandi. Tapi demi Tuhan, saya telah memaafkan kekhilafan bapak itu.. Dan coba mengerti, bapak memang sangat tegas dan disiplin...
Saat berganti tahun, dalam fase hidup yang banyak berubah, kami memang jarang bertatap muka. Saat masih kuliah di Jatinangor, saya biasanya bertemu sekali seminggu. Sekarang setelah menikah, makin terbatas hanya sekali dalam sebulan. Tak mengapa, ikatan bathin antara bapak dan anak mengikat hati kami jauh lebih dalam dari sekedar pertemuan.
Jika mundur dengan mesin waktu, 50 tahun yang lalu ayahku dilahirkan. Hari ini tepat usianya setengah abad. Seperti layaknya hukum alam, semua manusia akan menjadi tua. Fisiknya boleh menyusut, tapi semangatnya tak pernah surut untuk memimpin keluarga kami. Sorot matanya pun tetap kurindukan, karena di sana berlabuh sumber keteduhan.
Selamat Ulang Tahun, Bapak Dadang Koswara. Terucap doa untuk bapak. Saya sayang, bapak...
Lelaki itu adalah bapak saya. Bapak adalah anak ke-3 dari sepuluh bersaudara. Terlahir dengan darah Sunda asli, bapak adalah sosok yang sangat kharismatik. Sebagai abdi negara, anggota TNI, bapak memang tak banyak bicara, tapi disegani oleh kami keempat anaknya. Satu lagi, senyumnya sangat khas...
Saya masih ingat saat masih kecil dulu, saya pernah ditendang menggunakan sepatu larasnya, hingga tulang kering kaki saya memar. Penyebabnya sepele, hanya karena saya malas mandi. Tapi demi Tuhan, saya telah memaafkan kekhilafan bapak itu.. Dan coba mengerti, bapak memang sangat tegas dan disiplin...
Saat berganti tahun, dalam fase hidup yang banyak berubah, kami memang jarang bertatap muka. Saat masih kuliah di Jatinangor, saya biasanya bertemu sekali seminggu. Sekarang setelah menikah, makin terbatas hanya sekali dalam sebulan. Tak mengapa, ikatan bathin antara bapak dan anak mengikat hati kami jauh lebih dalam dari sekedar pertemuan.
Jika mundur dengan mesin waktu, 50 tahun yang lalu ayahku dilahirkan. Hari ini tepat usianya setengah abad. Seperti layaknya hukum alam, semua manusia akan menjadi tua. Fisiknya boleh menyusut, tapi semangatnya tak pernah surut untuk memimpin keluarga kami. Sorot matanya pun tetap kurindukan, karena di sana berlabuh sumber keteduhan.
Selamat Ulang Tahun, Bapak Dadang Koswara. Terucap doa untuk bapak. Saya sayang, bapak...
Jumat, 14 Januari 2011
Hari #1 : Surat ini untukmu..
Pukul 04.50 WIB, alarm ponselku berbunyi. Seperti biasa, sejak jam kerja berubah menjadi siang hari, jam biologisku pun berubah. Masih dengan waktu yang di setel sama, tapi saat ini rasanya sangat sulit menghindar dari pelukan bantal dan guling. Tapi tidak! Hari ini aku harus bangun lebih pagi.
Entah kenapa aku selalu punya gairah yang lebih saat hari Jumat menyapa. Entahlah... selain atmosfer weekend yang sudah di depan mata, hari ini punya begitu banyak energi. Pertama, malam nanti lelakiku akan pulang dari Ibukota. Maklum.. lelakiku ini termasuk dalam istilah suami PJKA, yaitu suami Pulang Jumat Kembali Ahad". Tapi tak mengapa, ini proses yang harus kami jalani, meskipun harus membayar rindu.
Kedua, hari ini aku akan kembali bercuap-cuap di depan microphone. Oh Tuhan, Kau tahu betapa aku mencintai pekerjaanku ini. Berbicara dengan banyak orang, lalu masuk ke ruang-ruang dimana hanya audio yang bisa menembusnya. Pada akhirnya aku berharap, celotehku akan bisa menginspirasi yang mendengarkan. Aku memohon semoga kau berikan aku waktu untuk bisa bertahan di pekerjaan ini.
Dan terakhir... hari ini, teman kantorku berulang tahun. Happy birth day untuk Vyra Winata. Sebuah pesta "penyiksaan" telah kami siapkan. Telor busuk, terigu, beberapa air keruh dan tentunya kue tart telah kami sembunyikan dengan rapi hingga jam kantor berakhir. Dan pada waktu yang telah dinantikan, ia meniup lilinnya dengan rupa berlumuran cokelat. Tenang.. ini tanda kami semua sayang padamu, teman.
Di luar perayaan ini, ada satu essensi yang hari ini, kemarin maupun hari esok ingin selalu ada. Yaitu sosok "teman". Teman buat saya adalah seperti pasangan hidup, dengan jenis cinta yang berbeda. Teman adalah disaat ia tak ada, lalu kita akan merindukannya. "Hari ini temanku Rully Austin baru saja cuti seminggu untuk pulang kampung, dan begitu pintu ruangannya terbuka, aku memeluknya dengan erat sebagai penyambutan selamat datang".
Teman adalah seseorang yang bisa membuat kita tertawa hingga menangis, dan menangis saat tertawa. Teman adalah seseorang yang akan menunjukkan jalan kembali saat kau keluar "track" hidup. Seperti "perempuan sore" yang kembali membuatku menulis di blog yang sudah dua tahun lebih kutinggalkan hingga lupa password. Atau dalam bahasa pakar ekonomi, teman adalah aset yang tidak akan pernah mengalami depresiasi nilai, di saat inflasi maupun deflasi. Kalo definisi terakhir terlalu sulit dipahami, abaikan saja. Essensinya jauh lebih penting.
Jadi kalo ditanya, untuk siapakah surat cinta pertamaku ini. Jawabannya adalah untuk kalian ... temanku.
Entah kenapa aku selalu punya gairah yang lebih saat hari Jumat menyapa. Entahlah... selain atmosfer weekend yang sudah di depan mata, hari ini punya begitu banyak energi. Pertama, malam nanti lelakiku akan pulang dari Ibukota. Maklum.. lelakiku ini termasuk dalam istilah suami PJKA, yaitu suami Pulang Jumat Kembali Ahad". Tapi tak mengapa, ini proses yang harus kami jalani, meskipun harus membayar rindu.
Kedua, hari ini aku akan kembali bercuap-cuap di depan microphone. Oh Tuhan, Kau tahu betapa aku mencintai pekerjaanku ini. Berbicara dengan banyak orang, lalu masuk ke ruang-ruang dimana hanya audio yang bisa menembusnya. Pada akhirnya aku berharap, celotehku akan bisa menginspirasi yang mendengarkan. Aku memohon semoga kau berikan aku waktu untuk bisa bertahan di pekerjaan ini.
Dan terakhir... hari ini, teman kantorku berulang tahun. Happy birth day untuk Vyra Winata. Sebuah pesta "penyiksaan" telah kami siapkan. Telor busuk, terigu, beberapa air keruh dan tentunya kue tart telah kami sembunyikan dengan rapi hingga jam kantor berakhir. Dan pada waktu yang telah dinantikan, ia meniup lilinnya dengan rupa berlumuran cokelat. Tenang.. ini tanda kami semua sayang padamu, teman.
Di luar perayaan ini, ada satu essensi yang hari ini, kemarin maupun hari esok ingin selalu ada. Yaitu sosok "teman". Teman buat saya adalah seperti pasangan hidup, dengan jenis cinta yang berbeda. Teman adalah disaat ia tak ada, lalu kita akan merindukannya. "Hari ini temanku Rully Austin baru saja cuti seminggu untuk pulang kampung, dan begitu pintu ruangannya terbuka, aku memeluknya dengan erat sebagai penyambutan selamat datang".
Teman adalah seseorang yang bisa membuat kita tertawa hingga menangis, dan menangis saat tertawa. Teman adalah seseorang yang akan menunjukkan jalan kembali saat kau keluar "track" hidup. Seperti "perempuan sore" yang kembali membuatku menulis di blog yang sudah dua tahun lebih kutinggalkan hingga lupa password. Atau dalam bahasa pakar ekonomi, teman adalah aset yang tidak akan pernah mengalami depresiasi nilai, di saat inflasi maupun deflasi. Kalo definisi terakhir terlalu sulit dipahami, abaikan saja. Essensinya jauh lebih penting.
Jadi kalo ditanya, untuk siapakah surat cinta pertamaku ini. Jawabannya adalah untuk kalian ... temanku.
Langganan:
Postingan (Atom)